Rabu, 06 Februari 2013

Seoul Korea



seoul korea

Light rain before take off at LCCT KLAkhirnya tanggal 4 Oktober 2011 datang juga, hari keberangkatan ke Korea yang sudah saya tunggu selama 11 bulan lamanya. Tiket pesawat sudah saya beli pada bulan November 2010, alhamdulillah tiket promo dapat saya beli dengan total harga Rp.1.900.000 untuk penerbanganBandung-KL dan KL-Seoul return. Di Kuala Lumpur saya tinggal di rumah sahabat saya, Sharp, thanks for the accomodation!!

Saya sengaja tidak membeli tiket Bandung-KL dan KL- Seoul dalam hari yang sama karena selain dirasakan terlalu capek, saya risau apabila flight Bandung-KL ada delay dan berakibat hangusnya tiket KL-Seoul juga.


Sebelum berangkat ke KL, tenggorokan saya mulai terasa kurang enak, pertanda mau radang tenggorokan. Oh nooo... Langsung saja saya minum obat dan banyak beristirahat. Sembuh, sembuh, sembuuuhh.. Badan masih tidak fit waktu saya berangkat ke KL, di rumah Sharp saya banyak rehat biar cepet pulih.

Pagi sebelum saya berangkat ke Korea, badan udah mulai enak, alhamdulillah. Jam 8 pagi saya mulai berangkat ke LCCT karena penerbangan AirAsia X counter check in dibuka 4 jam sebelum keberangkatan. Sekitar jam 11, saya sudah beres check in dan menunggu Kak Salina, backpacker dari KL yang bersama
saya, Fairus dan Dez dari Singapore memang sudah melakukan kontak sebelumnya melalui internet dan kami sepakat untuk traveling ke Korea bersama-sama. Ternyata Kak Salina datang dengan keadaan sakit akibat keracunan makanan sehari sebelumnya. Tapi dia sudah memutuskan tetap berangkat ke Korea.

Tepat jam 14.25 kami sudah boarding di pesawat menuju Korea, mungkin karena penumpang banyak, ada delay sekitar 20 menit untuk take off dan pilot yang memimpin penerbangan ini ternyata orang Indonesia. KL-Seoul akan ditempuh dalam waktu 6 jam lebih. Di dalam flight, pramugari mulai menjual makanan dengan memberi penumpang yang sudah memesan makanan terlebih dahulu (pre order) saat membeli tiket

. Untuk penerbangan AirAsia X yang jaraknya jauh, sebaiknya traveler membeli pre order meals karena saat saya ingin memesan makanan, sudah tidak banyak pilihannya alias banyak yang habis. Karena lapar dan suhu udara di dalam pesawat yang cukup dingin, maklum di ketinggian 35.000 kaki, saya makan vegetarian food ala AirAsia X.

6 jam di pesawat lumayan bikin saya mati gaya dan kebosanan saya sedikit terselamatkan dengan memulai obrolan dengan 2 gadis dari KL yang duduk di sebelah saya. Mereka sudah sering bolak balik ke Seoul dan mengelola butik di KL dan biasa mengambil stok barang dari Seoul. Dan ternyata mereka akan stay di tempat yang sama dengan saya, Windroad Guesthouse. Kebetulan sekali...

Sekitar 30 menit sebelum mendarat, akhirnya pilot mengumumkan bahwa pesawat sudah bersiap untuk mendarat di Bandara Incheon. Yeaaahhh finally!! Dari jendela pesawat saya mulai melihat gemerlap kota Incheon yang tersusun rapi. Incheon adalah kota terbesar ketiga di Korea setelah Seoul dan Busan, airport terbesar di Korea dibangun di kota yang berjarak 1 jam dari Seoul itu.

Pesawat mendarat dengan mulus sekitar jam 22.30 dan ternyata Bandara Incheon itu besar sekali

. Dari terminal tempat pesawat kami landing, kami naik underground train selama 5 menit menuju terminal utama. Dan dalam perjalanan menuju counter imigrasi, Kak Salina ditahan petugas yang bertugas menjaga alat pendeteksi apabila ada penumpang yang sakit. Kami mengira bakal dikarantina atau diangkut ambulan, ternyata bapak yang baik itu memberi kartu informasi alamat rumah sakit dan klinik apabila sakitnya bertambah parah. Lucunya, waktu ditanya sakit apa, dijawab "food poisoning" bapak itu ga ngerti. Saya jawab “wrong food” dia geleng-geleng kepala. Akhirnya saya bilang “bad food” sambil usap-usap perut. Bapak itu langsung memahami dan mempersilakan kami pergi.

Di counter imigrasi saya mendapatkan cap di bagian visa Korea saya. Alhamdulillah tidak ada masalah dengan visa saya. Welcome to Korea!!!

Di pintu keluar, Fairus sudah menunggu kami karena dia sudah lebih dulu sampai sore harinya setelah menyelesaikan traveling ke China & Hongkong sebelumnya. Kami lalu mengejar Airport Express Train terakhir tapi ternyata sudah tutup karena terlalu malam. Akhirnya kami naik bus yang ada di depan airport, yang penting sampai dulu ke Seoul dan bisa lanjut naik taxi ke Windroad Guesthouse yang ada di daerah Hyehwa.


Bus dari Incheon Airport ke Seoul tiketnya 10.000 won / Rp.80.000 dan supir bus berulang kali mengingatkan penumpang agar memakai safety belt selama di dalam bus. Sampai kota Seoul sekitar jam 12 malam. First impression saya di Seoul adalah bersih, teratur dan modern. Walau sudah tengah malam, masih banyak orang yang beraktifitas dan kami pun turun di tengah kota dan melanjutkan perjalanan dengan taxi.

Sampai di Windroad Guesthouse, kami sudah ditunggu Mrs. Chow, owner yang sangat baik hati dan ramah sekali. Tempat tinggal saya selama di Seoul ini bersih dan murah. Harga sewa 1 bed di dormitory 15.000 won / Rp.120.000 per malam. Ada hot shower, kitchen, free internet+PC dan wi fi yang ngebut banget koneksinya. Windroad Guesthouse sangat direkomendasikan untuk traveler yang ingin tinggal di tempat yang low budget dengan lokasi strategis di tengah kota Seoul. Owner tempat ini adalah Mr.Park, suami dari Mrs.Chow, yang merupakan veteran backpacker, jadi mereka sudah faham apa yang traveler perlukan selama tinggal di tempat mereka. Untuk info dan reservasi : www.windroad.co.kr

Day 2
Seoul


 Hari ini stamina saya langsung diuji dengan berjalan kaki ke semua tempat yang ada dalam itinerary hari kedua di Korea yaitu Changgyeonggung Palace, Insadong, Cheonggyecheon Stream dan Myeong Dong

. Lokasi Windroad Guesthouse sangat strategis karena walking distance ke banyak tempat tujuan saya di Seoul. Saya sarapan frozen spaghetti yang dipanaskan di microwave, beli di Family Mart yang ada dimana-mana di Korea, bersaing dengan 711. Begitu membuka pintu toko, ucapan “Annyeonghaseyo” yang artinya halo, langsung diucapkan penjaga toko.  Guesthouse ini juga dekat dengan subway station Hyehwa dan Sungkyunkwan University. Jadi di sekitarnya banyak restoran dengan harga mahasiswa, sekalian bisa melihat para pelajar Korea yang menurut saya modis sekali dalam berpakaian.


 Tempat pertama yang dituju adalah Changgyeonggung Palace, salah satu dari beberapa istana di Seoul. Nama tempat di Korea memang banyak yang panjang-panjang dan susah diingat tapi lama kelamaan saya jadi terbiasa. Tiket masuk istana ini 1.000 won / Rp.8.000. Di dalam istana ada halaman yang luas dan bangunan utama terletak di tengah kompleks istana. Bagian kanan kompleks ada taman yang cukup luas dan terjaga kebersihannya. Di setiap bangunan bersejarah di Korea, ada information center tempat kita bisa bertanya mengenai tempat itu dan disediakan brosur yang informatif dengan bahasa Inggris, Jepang, Cina dan Korea. Changgyeonggung Palace dibangun tahun 1104, namun pada masa kolonial Jepang pernah dipakai sebagai kebun binatang.


Sekitar 1 jam jalan-jalan di kompleks ini cukup puas juga, sebagai perkenalan saya dengan budaya Korea dan bangunan bersejarahnya. Kami lalu berjalan kaki lagi menuju Insadong, yang berada sekitar 30 menit berjalan kaki ke arah kanan Changgyeonggung Palace.

Insadong adalah nama jalan yang diisi toko-toko yang menjual barang khas Korea seperti kerajinan tangan, baju, makanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan seni. Saya suka sekali area karena barang yang ditawarkan sangat unik dan mencirikan budaya khas Korea. Di tengah Insadong ada bangunan bernama Ssamziegil, bangunan semacam square yang biasa disebut Insadong kecil. Kebetulan di atrium Ssamziegil hari itu tengah diadakan Korean Day dimana pengunjung bisa berfoto dengan baju tradisional Korea yang disebut Hanbok secara gratisan. Pemerintah Korea memang sangat mempromosikan pariwisata negerinya dengan baik dan didukung penuh oleh warganya. Tahun 2010-2012 adalah tahun kunjungan ke Korea atau Visit Korean Year. Wanita yang membantu saya memakai baju tradisional Korea ini sangat ramah dan melayani kami dengan sabar. Banyak traveler dari berbagai negara dengan teratur mengantri untuk difoto dengan baju tradisional Korea itu.

Beres foto, kami mencari makan di sekitar Insadong dan akhirnya menemukan restoran yang interiornya sangat menarik

. Lumayan bingung saat kami mau order makan karena saya belum pernah makan Korean food sebelumnya. Hahaha.. akhirnya saya memesan bibimbap yang ternyata adalah campuran nasi, jamur, 4-5 macam sayuran dan telur mata sapi. Di atasnya dikasih seaweed kering. Wow, makanan Korea ternyata sehat sekali.

** Tips untuk para traveler makan di Korea :

Makanan Korea banyak terbuat dari nasi, mie, sayuran, telur, seafood, daging sapi dan babi. Setiap kita memesan makanan utama, restoran akan menyajikan juga banyak makanan tambahan/side dishes seperti kimchi, sayuran (lagi), sambal, sosis babi, kentang, gorengan dan sup. Side dishes ini boleh kita minta lagi / refill kalau sudah habis. Kimchi adalah makanan tradisional Korea yang terbuat dari fermentasi sayuran dan cabe. Untuk umat muslim, sebaiknya sudah menyiapkan tulisan ”saya tidak makan babi” dalam huruf Hangul bahasa Korea dan menunjukan tulisan itu pada saat order makanan. Jadi pelayan akan memilih makanan yang tidak mengandung babi. Sebaiknya memilih restoran yang menyediakan gambar makanan pada menu supaya tidak salah pilih makanan.

Harga makanan di Korea yang saya makan paling murah 2500 won / Rp.20.000 yaitu kimbap

. Semacam sushi ala Korea. Umat muslim harus bilang dulu ke pelayan restoran kalau kimbap yang dipesan tidak memakai daging babi karena salah satu bahan utama kimbap adalah daging babi. Sedangkan harga makanan pada umumnya sekitar Rp.30.000-60.000 sekali makan Minuman di restoran kebanyakan disediakan gelas di dalam ultraviolet sanitizer dan pengunjung dipersilakan mengambil air sendiri secara gratis di dispenser.

Dari Insadong, kami berjalan kaki lagi ke arah Myeong Dong, kawasan shopping modern yang letaknya sekitar 30 menit berjalan kaki dari Insadong. Di tengah jalan, kami rehat sejenak di Cheonggyecheon Stream. Ini sebenarnya adalah sungai sepanjang 8 km di tengah Seoul. Yang bikin sungai ini keren, sekitar tahun 2003 sungai ini direstorasi oleh Pemerintah Korea. Walau ada di tengah kota metropolitan, airnya sangat jernih dan kita bisa berjalan di pinggir sungai dengan nyaman. Dinding di tepi sungai dihiasi lukisan di atas keramik dengan gambar-gambar khas Korea. Sore itu banyak orang yang sengaja nongkrong di Cheonggyecheon Stream dan pastinya banyak yang pacaran disana. Di antara jembatan sungai itu juga ada beberapa air mancur yang keren.

Myeong Dong adalah sebuah jalan tempat shopping barang-barang branded seperti baju, celana, sepatu, jaket dan lainnya

. Meningatkan saya akan Orchard Road di Singapore atau kawasan Bukit Bintang di KL. Yang menarik adalah banyaknya toko make up dan alat kecantikan seperti Face Shop, Olive Young, It's Skin dan merk Korea lainnya. Bagi kaum hawa pasti suka banget kesini karena harga produk kecantikan ini cukup murah kalau dibanding dengan produk sejenis di Indonesia. Harga barang sandang di Myeng Dong kurang lebih sama dengan di Indonesia, cuma disana pilihannya lebih banyak dan yang saya lihat banyak design yang tidak ada di Indonesia dijual di Myeong Dong.

Day 3

Hari ini saya traveling sendirian karena Fairus dan Kak Salina punya itinerary yang berbeda dengan saya, lagian saya bangun siang karena sehari sebelumnya kecapean jalan kaki dari pagi sampai malam. Tujuan pertama saya adalah Gyeongbokgung Palace, istana terbesar yang ada di Seoul.

Dari Hyehwa Station yang ada di Line 4 subway Seoul, saya menuju Gyeongbokgung Station di Line 3.

** Tips untuk traveler menggunakan Subway di Korea :

Subway di Seoul sangat memudahkan traveler untuk jalan-jalan dengan harga yang lumayan murah

. Semuanya ada 8 line subway di Seoul ditambah 3 line tambahan yang ada sedikit di pinggir kota. Untuk datang ke suatu tempat di Seoul, kita tinggal melihat ada di line berapakah station yang terdekat dengan tempat tersebut.

Sebagai contoh, saya mau ke Gyeongbokgung Palace yang ada di Line 3, saya berangkat dari Hyehwa di Line 4. Saya cari di station mana saya harus transfer dari Line 4 ke Line 3. Ternyata dari Hyehwa saya harus transfer ke Line 1 dulu di Dongdaemun baru lanjut ke Jongno 3, dan di Jongno3 transfer ke Line 3 menuju Gyeongbokgung Station. Sampai deh.. Hehehe..

Yang dimaksud transfer disini adalah pindah dari satu line ke line yang lain di station yang sama. Ada beberapa station yang menjadi tempat transfer beberapa line sekaligus seperti Seoul Station yang punya 7 tingkat underground untuk beberapa line transfer. Saat mau transfer, ikuti petunjuk arah yang ada di setiap station menuju line yang dituju.
Setiap line subway ditandai dengan warna yang berbeda untuk memudahkan arah kemana traveler akan menuju.

Hal lain yang harus diingat adalah Exit setiap tempat yang dituju, seperti Gyeongbokgung Palace ada di Line 3 Exit 5

. Saat akan keluar dari subway station, ikuti petunjuk arah Exit berapa yang kita tuju. Jangan sampai salah exit seperti saya pada saat mau pulang ke Windroad Guesthouse seharusnya di Hyehwa Station Exit 4, saya keluar di Exit 2. Setelah dicari-cari jalannya, saya malah nyasar, akhirnya saya masuk lagi ke Hyehwa Station dan keluar di Exit 4. Jarak antara Exit-Exit ini ada yang sampai 2 km jauhnya dan satu subway station ada yang sampai 15 Exit.

Link untuk free download subway map di Seoul :http://www.smrt.co.kr/program/cyberStation/main2.jsp?lang=e

Kita bisa naik subway dengan membeli T Money terlebih dahulu di 711/Family Mart. T Money adalah kartu yang bisa di isi / top up dan digunakan pada saat masuk ke station subway. Top up bisa dilakukan di vending machine yang ada di setiap station subway. Untuk 4 hari, kira-kira bisa top up 10.000 won / Rp.80.000 dulu saja. T Money juga bisa dipakai untuk transaksi di 711 / Family Mart . Harga T Money sekitar 2500 – 3000 won / Rp.20.000

Di dalam subway, disediakan tempat duduk khusus untuk orang tua lanjut usia, wanita hamil dan penyandang cacat. Tempat duduk ini terletak di ujung tiap  gerbong kereta

. Walau demikian, kaum muda Korea dengan cepat akan memberikan tempat duduknya kalau ada orang tua yang masuk kereta dan keadaan sedang penuh penumpang.

Lanjut lagi cerita menuju Gyeongbokgung Palace…

Istana ini bisa dicapai dengan subway Line 3 Exit 5. Kita akan keluar di bagian kiri istana. Dan saat saya sampai, ada upacara pergantian penjaga istana yang berlangsung tiap jam sampai jam 3 sore. Para penjaga istana ini memakai baju tradisional Korea ala kerajaan jaman dulu lengkap dengan jenggot panjang dan pedang besarnya. Pengunjung bisa foto bareng mereka juga. Ada tiket masuk seharga 3000 won / Rp.24.000 yang bisa dibeli di gerbang utama istana yang dinamakan Gwanghwamun Square. Gerbang ini sangat cantik sebagai pintu masuk istana yang berlatarbelakang perbukitan di Seoul. Dari Gwanghwamun Square, ada 2 halaman luas sebelum kita sampai di bangunan utama tempat singgasana raja. Kita tidak diperbolehkan masuk ke bangunan itu, hanya bisa melihat dari luar saja. Di bagian belakang istana ada taman dan rumah-rumah tradisional Korea.

Di sebelah Gyeongbokgung Palace, terdapat The National Folk Museum of Korea yang menunjukan perjalanan sejarah bangsa Korea dari jaman pra sejarah sampai sekarang

. Tiket masuk ke museum ini gratis. Museum ini juga menyimpan barang-barang peninggalan kerajaan masa lalu di Korea dan juga bercerita saat modernisasi mulai masuk ke Korea, termasuk pada saat kolonial Jepang disana.

Selesai bermuseum ria, saya berjalan ke arah Bukchon Hanok Village yang lokasinya tidak jauh dari kompleks museum tadi. Peta menuju Hanok Village ini bisa didapatkan di Tourist Information Center yang banyak terdapat di sudut kota Seoul.

Hanok Village adalah perkampungan tradisional Korea yang keberadaanya dilestarikan sampai sekarang. Sebelum ke Korea, saya ingin sekali mengunjunginya untuk melihat bagaimana rumah tradisional Korea yang sebenarnya.

Saya sempat tersesat karena berjalan terlalu jauh dari peta yang mengarah ke Hanok Village ini, setelah kembali ke jalan yang benar, saya ketemu dua orang wanita berseragam merah yang saya kira SPG di pinggir jalan. Saya bertanya ke mereka dimana Hanok Village? Dan mereka menjawab ” You already here” Hahaha.. Ternyata Bukchon Hanok Village ini benar-benar ada di tengah kota! Dan dua wanita cantik itu adalah interpreter/guide yang memang bekerja di Dinas Pariwisata Korea dan bertugas membimbing traveler yang berkunjung ke Bukchon Hanok Village, satu adalah penerjemah bahasa Inggris dan satu lagi bahasa Mandarin.  Mereka dengan sangat informatif menjelaskan apa yang ada dalam kompleks perkampungan ini. Seragam yang mereka kenakan dari topi, tas, baju, celana sampai sepatunya semua sama. Sampai-sampai waktu saya foto, mereka tetap bergaya dengan gaya yang sama. Hahahaha....


Suasana di Bukchon Hanok Village sangat nyaman dan sepi. Walau berada di tengah kota Seoul, tapi keadaanya seperti kembali ke jaman dulu kala saat kerajaan di Korea masih berkuasa. Rumah-rumah tradisional disini masih banyak penghuninya. Jarang terlihat mobil dan motor kecuali satu mobil yang menjajakan sayuran masuk ke dalam kampung ini. Di ujung jalan yang menanjak saya rehat sejenak sambil menikmati pemandangan yang sangat menarik di depan saya, perkampungan tradisional khas Korea dengan latar belakang Seoul Tower dan pencakar langit lainnya. Sebuah kombinasi antara bangunan klasik dan modern yang menghiasi panorama kota Seoul.

Setelah puas menikmati pemandangan di Hanok Village saya melanjutkan perjalanan menuju Han River yang membelah kota Seoul. Sore hari adalah waktu yang tepat untuk naik Han River Cruise dan menikmati pemandangan sunset di atas ferry yang akan berlayar di sepanjang sungai Han. Dari Bukchon Hanok Village saya berjalan menuju Anguk Subway Station dan naik subway ke line 5 menuju Yeouinaru Station Exit 3. Sampai Yeouinaru, Sungai Han sudah terlihat dan saya berjalan kaki menuju terminal ferry tempat dimulainya Han River Cruise. Dengan tiket seharga 11.000 won / Rp.88.000 kita bisa menikmati pemandangan di atas ferry selama 70 menit. Cuaca sore itu cukup dingin apalagi di atas ferry, angin bertiup cukup kencang. Perjalanan ferry dimulai jam 18.20 dan di atas ferry kita bisa melihat pemandangan sunset yang sangat indah. Jam 18.30 matahari mulai terbenam dan cuaca sangat cerah sehingga gradasi warna ungu, putih dan pink terlihat di ujung barat Seoul, berpadu dengan lampu-lampu dari gedung bertingkat yang mulai menyala. Subhanallah, sungguh sangat indah pemandangan sore itu.

Di lantai dua ferrry diadakan pertunjukan sulap dan lagu pengiringnya adalah lagu dari band asalBandung, Mocca

. Keren!! Tapi saya tidak tertarik buat nonton sulap, walau udara cukup dingin dan menusuk kulit, saya terus menikmati pemandangan dari atas ferry itu. Setiap kali ferry melewati jembatan bersejarah yang menglintasi Sungai Han, dari pengeras suara ferry dapat didengar informasi tentang kejadian yang dulu pernah terjadi di atas jembatan tersebut, salah satunya adalah sejarah kelam saat Korea Utara dan Selatan berperang. Di salah satu jembatan Sungai Han, pada saat itu banyak melintas orang-orang yang hendak menyelamatkan diri dari invasi tentara Korea Utara ke Seoul. Saat banyak refugees berjalan di atas jembatan itu, seketika bom diarahkan ke jembatan dan banyak sekali korban meninggal di atas jembatan tersebut. Selain sejarah perang, di atas jembatan-jembatan sungai Han banyak yang menjadi tempat pengambilan gambar dari drama-drama Korea yang terkenal.

Perjalanan ferry di Han River Cruise berakhir di dermaga Yeoinaru lagi, tempat kami pertama berangkat sore itu dan perjalanan saya lanjut menuju Namsan Seoul Tower dengan menggunakan subway dari Yeouinaru Station ke Chungmuro Station Line 3 atau 4, Exit 2. Di pintu keluar Exit 2 ada bus stop menuju Namsan Seoul Tower, naik bus number 2 atau 5. Bus ini akan lewat 5-15 menit sekali dengan ongkos 900 won / Rp.7.200 sampai ke Namsan Seoul Tower.

Turun dari bus, saya berjalan kaki menaiki bukit Namsan sekitar 15 menit dengan jalan yang cukup menanjak

. Di sekitar Gunung Namsan banyak orang bersepeda dan sebagian yang lain malah berjalan dari kaki gunung sampai puncak, tempat dimana Namsan Seoul Tower berdiri.

Bersepeda di area ini terlihat sangat mengasyikan karena disediakan jalan yang mulus dan terawat untuk mengelilingi gunung dengan udara yang sejuk. Bus yang saya naiki menggunakan listrik sebagai sumber tenaganya, jadi sama sekali tidak menghasilkan polusi asap. Setiap traveler naik bus di Seoul, ada box tempat memasukan uang sesuai dengan tarifnya dan kalau ada kembalian, supir bus akan mengeluarkan uang koin dari dalam kotak tersebut. Selain dengan uang tunai, kita juga bisa membayar dengan menempelkan T Money ke alat yang tersedia setiap masuk ke dalam bus.

Namsan Seoul Tower adalah menara setinggi 236 meter yang terletak di puncak Gunung Namsan dan dari atas menara kita bisa melihat pemandangan secara 360 derajat ke seluruh penjuru Seoul. Tiket masuknya 9000 won / Rp.72.000 dan buka dari jam 10 pagi sampai 11 malam.

Di dekat pintu masuk Seoul Tower ada Teddy Bear Museum dan disediakan tempat untuk melihat pemandangan juga. Di tempat ini banyak gembok-gembok kecil yang sengaja dipasang oleh pasangan yang katanya kalau sudah memasang gembok disini, cintanya akan abadi

. Hmmm.. Lucu juga sih...

Setelah membeli tiket, saya mengantri untuk naik lift ke atas Seoul Tower. Lift yang sangat cepat mengantar saya sampai Observatory Deck. Subhanallah pemandangannya indah sekali di atas Seoul Tower ini. Gemerlap lampu kota Seoul terlihat jelas dan jembatan-jembatan Sungai Han yang baru sore tadi saya kunjungi menambah cantik panorama dari atas menara ini. Di jendela-jendela Observatory Deck tertulis kota-kota di dunia lengkap dengan jaraknya dari Seoul. Jakartaada juga tentunya yang berjarak 5.268 km dari Seoul. Yang menarik perhatian saya adalah di salah satu jendela tertulis juga kota Pyongyang, ibukota Korea Utara yang berjarak hanya 193 km dari Seoul. Walau hubungannya kurang harmonis antara Korea Selatan dan Utara, tapi saya yakin bahwa mereka ingin sekali berdamai antara satu dan yang lainnya.

Di atas tower lagi-lagi banyak pasangan dari Korea yang menghabiskan waktu bersama, romantis sekali orang-orang Korea ini. Sebenarnya saya masih ingin menikmati panorama di Seoul Tower ini, tapi karena takut terlalu malam dan  subway keburu tutup, akhirnya saya memutuskan untuk pulang sekitar jam 10 malam menuju Windroad Guesthouse. 

0 komentar:

Posting Komentar